Lonceng berbunyi
pertanda seluruh warga pondok harus sudah berada di mesjid jami’, banyak santri
yang berlari meninggalkan kamar mereka agar tidak mendapat hukuman dari kakak
pengurus markazi, aku masih saja
duduk santai diteras mesjid , memperhatikan ribuan santri yang lewat
dihadapanku, sambil menunggu adzan shalat ashar dan melihat ekspresi kakak
pengurus yang berlagak sok galak.
Akhirnya aku berdiri
juga dari tempat dudukku, meninggalkan teras mesjid yang terbuat dari kramik
berwarna hitam. Aku lekas mengambil air wudlu di ka’bah, bukan ka’bah baitullah yang berada di tanah suci
sana, itu hanyalah tempat wudlu yang berbentuk persegi dan berwarna hijau,
entah kenapa dinamakan ka’bah, menurutku hanya karena bentuknya yang persegi
mirip seperti bentuk ka’bah baitullah,
sehingga para santri menyebut dengan nama tersebut, jawabanku sama seperti
jawaban mudabbirku (pengurus kamar) ketika
aku bertanya kepadanya mengenai bangunan yang terletak sisi selatan mesjid, karena
bentuknya persegi jadi dinamakan ka’bah, tapi entahlah nama itu sudah ada lama
sekali pemberian dari santri-santri terdahulu.
Setelah mengambil air
wudlu tiba-tiba aku terjatuh, terduduk diatas lantai yang setengah basah,
membuat sarung yang aku pakai basah dibagian belakang, kepalaku terasa sakit
akibat terbentur, aku terjatuh bukan karena lantai mesjid yang licin, sehingga
aku tak dapat menjaga keseimbangan, akan tetapi ada seseorang yang menabrakku.
Ingin rasanya aku marah, hanya karena dia telah meminta maaf duluan kepadaku dan
membantuku untuk berdiri, dia mengucapkan afwan
berkali-kali sehingga menurutku tak ada gunanya marah saat itu. Ketika aku
mengatakan semua baik-baik saja dan melemparkan sedikit senyum manisku seakan-akan
semua baik-baik saja, tiba-tiba dia pergi sambil berlari meninggalkanku,
rupanya dia sedang dikejar oleh temannya, “Dasar anak kecil” gumanku dalam
hati.
Perlu diketahui, aku
adalah seorang anak yang masih tergolong labil, masih sangat susah untuk
mengontrol emosi, masih sangat mudah untuk marah, bahkan sampai berkelahipun
aku tidak takut, mungkin disebabkan oleh faktor usia karena aku masih SMP.
Ketika SD, sepulang sekolah aku pernah dikroyok oleh teman-temanku karena
mereka tidak suka dengan gayaku yang terlihat sok jagoan, walau satu banding
lima aku tak takut kala itu, ku ladeni mereka semua dan endingnya akulah sang
juara, bukan mendapatkan sertifikat atau piala penghargaan karena aku yang
menang, akan tetapi kami semua dipanggil oleh kesiswaan dan dihukum bersama. Semenjak
itu, rasanya hidup cuma sendiri saja ketika berada disekolah, karena teman-teman
mulai takut kepadaku.
Setelah shalat ashar,
para santri langsung menggambil Al-Qur’an mereka masing-masing dan mulai
membaca, aku duduk di shaf yang ke 6 karena shaf didepan telah penuh, setelah
duduk aku dikagetkan dengan tangan seseorang yang mengajak aku bersalaman,
“udin” katanya sambil mengalurkan tangannya, aku langsung menengok kesebelah
kiriku dan bersalaman dengannya, saat itu aku hanya diam dan kembali membaca
A-l-Qur’an yang aku genggam. Rupanya anak itu, anak yang menabrakuku tadi,
“dasar tak tahu diri” gumanku dalam hati, bukannya pergi menjauh malah
mengajakku untuk berkenalan.
Setelah selesai
membaca, aku langsung berdiri dan bergegas untuk pergi, aku tak mau emosiku
terpancing karena seorang anak yang mengaku namanya Udin. Akan tetapi dia
mengikutiku sampai asramaku dan berpisah karena aku dan dia berbeda kamar. Esok
hari ketika berangkat kesekolah, tiba-tiba dia berada disampingku, “nama kamu
siapa?” dia bertanya padaku, aku tetap saja diam seakan-akan hanya aku saja
yang berada disitu, akhirnya dia mengungkit masalah kemarin dan kembali meminta
maaf, karena bosan mendengar ocehannya akhirnya aku membuka mulut juga, “Jaka”
ya namaku Jaka, biasanya teman-temanku dirumah akrab memanggilku Jack, kata
mereka nama itu keren buatku, hanya karena aku anak yang pendiam dan tak takut
pada siapapun sehingga aku dipanggil Jack, itu sich kata mereka.
***
Menurutku, Udin adalah
anak yang baik, aku salah menilainya sebagai anak kecil kala itu, rupanya dia
terlihat cukup bijak dariku walau ia masih dibalut dengan sifat kekanak-kanakannya.
Dia mengajarkan aku banyak hal, dia juga anak yang pintar, pernah ketika
menjelang ujian dia menantangku, taruhan tepatnya, jadi barang siapa yang
berhasil mendapat peringkat pertama seangkatan maka yang kalah harus manjajani
yang menang selama seminggu, akupun menyanggupi tantangan itu walau sedikit
ragu bahkan aku benar-benar merasa ragu, rasanya tak mungkin aku menang, akan
tetapi demi seorang sahabat, aku mau menerima tantangan itu, aku hanya tak mau
mematahkan semangat sahabtku ini.
Hari ini adalah hari
dimana akan muncul empat golongan, golongan pertama adalah orang-orang yang
merasa bahagia karena mendapat nilai yang baik, golongan kedua adalah
orang-orang yang merasa biasa saja karena berada diposisi aman memiliki nilai
yang tidak terlalu baik dan tidak jelek, golongan ketiga adalah orang yang
merasa sedih karena sudah berusaha keras akan tetapi mendapat nilai yang jelek,
yang parah adalah golongan yang keempat ini mereka adalah orang-orang yang
ketika ujian banyak bermain dan tidak belajar jadi ketika mereka mengetahui
nilai yang mereka dapatkan adalah nilai yang jelek mereka ikut-ikutan untuk
besedih agar ada orang yang merasa iba pada mereka. Intinya adalah hari ini
adalah hari dimana tantangan yang diberikan Udin berakhir.
Aku berbegas ke kamar Udin
sebelum meninggalkan asrama dan berkumpul di depan mesjid Jami’, aku mencari
sosok itu untuk memberitahukan bahwa hari ini adalah akhir dari tantangan kami.
Hmm, aku terdiam sejenak ketika kakak mudabbir
kamar udin memberikan amplop kepadaku, “apa ini?” tanyaku dalam hati, agar
tak merasa penasaran maka kubuka saja amplop itu, rupanya sepucuk surat, aku
kenal sekali dengan tulisan yang tergores diatas kertas putih itu, tak mau aku
mebacanya hanya karena ingin memastikan siapa yang menulisnya saja maka mataku
tertuju pada bagian bawah yang tertulis nama dan tanda tangan. Ya, aku
mengenalnya, itu adalah surat dari Udin, tapi kenapa dia menuliskan surat
buatku?, kemana dia pergi? Aku benar-benar
dihantui dengan beribu macam pertanyaan.
Ia pergi bukan karena
ia tak lagi betah di asrama, bukan karena mau merasakan perkembangan kehidupan
diluar, atau pergi tanpa alasan, ia pergi karena satu tujuan yaitu mau berbakti
kepada bundanya. Bunda yang sudah terlalu tua untuk mengurus dirinya sendiri,
akhirnya ia memustukan untuk kembali ke rumah asalnya tempat ia dilahirkan.
Udin banyak
menceritakan masalah-masalahnya kepadaku, mengenai masalah keluarga, masalah
pertemanan bahkan samapai masalah asmaranyapun diceritakan kepadaku, ya aku
hanya menjadi pendengar setia dimana kerjaanku hanya mengangguk-anggukan kepala
ketika mendengar ceritanya, sampai ia merasa lelah baru ia akan sadar dan diam
sejenak.
Bapaknya telah
meninggal semenjak ia berusia 8 tahun, sehingga beban keluarga harus diemban
oleh ibunya, tentunya dirinya juga karena ia adalah anak pertama dari 3 orang
bersaudara. Ketika aku mendengar kisah bagian ini, aku benar-benar merasa
sedih, ingin rasanya menangis, tapi aku harus menahan air mataku karena aku tak
mau terlihat lemah oleh temanku, cukup memberikan empati padanya saja tanpa
harus mengeluarkan air mata.
Kali ini dia
benar-benar harus kembali, ya kembali ke kampung halamannya, untuk mengurus
bunda tercinta. Bunda yang kini telah sakit-sakitan, ia ingin berbakti kepada
orang tua satu-satunya yang masih ia miliki, tak mau rasanya kehilangan orang
yang benar-benar ia sayangi. Ia ingin berbakti kepada beliau walau sebenarnya
menuntut ilmu adalah salah satu tanda baktinya kepada bundanya.
Aku tak lagi memikirkan
tantangan itu, tak peduli siapa yang menang dan siapa yang kalah, tak lagi
ingin mengetahui sebenarnya siapa yang mendapat peringkat pertama
seangkatan. Rasanya benar-benar sedih, ingin
sekali bertemu dengannya untuk yang terakhir kalinya dan mengucapkan
terimakasih telah menjadi sahabatku.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah membaca dan meninggalkan komentar di blog ini, mohon maaf atas ketidak nyamanan yang kamu rasakan ketika berkunjung disini,.
jangan lupa untuk berkunjung kembali ya, dan nantikan kisah-kisah seru lainnya,. (^_^)