Sunday, November 18, 2012

Akhir dari Sebuah Tantangan



Lonceng berbunyi pertanda seluruh warga pondok harus sudah berada di mesjid jami’, banyak santri yang berlari meninggalkan kamar mereka agar tidak mendapat hukuman dari kakak pengurus markazi, aku masih saja duduk santai diteras mesjid , memperhatikan ribuan santri yang lewat dihadapanku, sambil menunggu adzan shalat ashar dan melihat ekspresi kakak pengurus yang berlagak sok galak. 

Akhirnya aku berdiri juga dari tempat dudukku, meninggalkan teras mesjid yang terbuat dari kramik berwarna hitam. Aku lekas mengambil air wudlu di ka’bah, bukan ka’bah baitullah yang berada di tanah suci sana, itu hanyalah tempat wudlu yang berbentuk persegi dan berwarna hijau, entah kenapa dinamakan ka’bah, menurutku hanya karena bentuknya yang persegi mirip seperti bentuk ka’bah baitullah, sehingga para santri menyebut dengan nama tersebut, jawabanku sama seperti jawaban mudabbirku (pengurus kamar) ketika aku bertanya kepadanya mengenai bangunan yang terletak sisi selatan mesjid, karena bentuknya persegi jadi dinamakan ka’bah, tapi entahlah nama itu sudah ada lama sekali pemberian dari santri-santri terdahulu.

Setelah mengambil air wudlu tiba-tiba aku terjatuh, terduduk diatas lantai yang setengah basah, membuat sarung yang aku pakai basah dibagian belakang, kepalaku terasa sakit akibat terbentur, aku terjatuh bukan karena lantai mesjid yang licin, sehingga aku tak dapat menjaga keseimbangan, akan tetapi ada seseorang yang menabrakku. Ingin rasanya aku marah, hanya karena dia telah meminta maaf duluan kepadaku dan membantuku untuk berdiri, dia mengucapkan afwan berkali-kali sehingga menurutku tak ada gunanya marah saat itu. Ketika aku mengatakan semua baik-baik saja dan melemparkan sedikit senyum manisku seakan-akan semua baik-baik saja, tiba-tiba dia pergi sambil berlari meninggalkanku, rupanya dia sedang dikejar oleh temannya, “Dasar anak kecil” gumanku dalam hati.

Perlu diketahui, aku adalah seorang anak yang masih tergolong labil, masih sangat susah untuk mengontrol emosi, masih sangat mudah untuk marah, bahkan sampai berkelahipun aku tidak takut, mungkin disebabkan oleh faktor usia karena aku masih SMP. Ketika SD, sepulang sekolah aku pernah dikroyok oleh teman-temanku karena mereka tidak suka dengan gayaku yang terlihat sok jagoan, walau satu banding lima aku tak takut kala itu, ku ladeni mereka semua dan endingnya akulah sang juara, bukan mendapatkan sertifikat atau piala penghargaan karena aku yang menang, akan tetapi kami semua dipanggil oleh kesiswaan dan dihukum bersama. Semenjak itu, rasanya hidup cuma sendiri saja ketika berada disekolah, karena teman-teman mulai takut kepadaku. 

Setelah shalat ashar, para santri langsung menggambil Al-Qur’an mereka masing-masing dan mulai membaca, aku duduk di shaf yang ke 6 karena shaf didepan telah penuh, setelah duduk aku dikagetkan dengan tangan seseorang yang mengajak aku bersalaman, “udin” katanya sambil mengalurkan tangannya, aku langsung menengok kesebelah kiriku dan bersalaman dengannya, saat itu aku hanya diam dan kembali membaca A-l-Qur’an yang aku genggam. Rupanya anak itu, anak yang menabrakuku tadi, “dasar tak tahu diri” gumanku dalam hati, bukannya pergi menjauh malah mengajakku untuk berkenalan. 

Setelah selesai membaca, aku langsung berdiri dan bergegas untuk pergi, aku tak mau emosiku terpancing karena seorang anak yang mengaku namanya Udin. Akan tetapi dia mengikutiku sampai asramaku dan berpisah karena aku dan dia berbeda kamar. Esok hari ketika berangkat kesekolah, tiba-tiba dia berada disampingku, “nama kamu siapa?” dia bertanya padaku, aku tetap saja diam seakan-akan hanya aku saja yang berada disitu, akhirnya dia mengungkit masalah kemarin dan kembali meminta maaf, karena bosan mendengar ocehannya akhirnya aku membuka mulut juga, “Jaka” ya namaku Jaka, biasanya teman-temanku dirumah akrab memanggilku Jack, kata mereka nama itu keren buatku, hanya karena aku anak yang pendiam dan tak takut pada siapapun sehingga aku dipanggil Jack, itu sich kata mereka.
                                                            ***
Menurutku, Udin adalah anak yang baik, aku salah menilainya sebagai anak kecil kala itu, rupanya dia terlihat cukup bijak dariku walau ia masih dibalut dengan sifat kekanak-kanakannya. Dia mengajarkan aku banyak hal, dia juga anak yang pintar, pernah ketika menjelang ujian dia menantangku, taruhan tepatnya, jadi barang siapa yang berhasil mendapat peringkat pertama seangkatan maka yang kalah harus manjajani yang menang selama seminggu, akupun menyanggupi tantangan itu walau sedikit ragu bahkan aku benar-benar merasa ragu, rasanya tak mungkin aku menang, akan tetapi demi seorang sahabat, aku mau menerima tantangan itu, aku hanya tak mau mematahkan semangat sahabtku ini.

Hari ini adalah hari dimana akan muncul empat golongan, golongan pertama adalah orang-orang yang merasa bahagia karena mendapat nilai yang baik, golongan kedua adalah orang-orang yang merasa biasa saja karena berada diposisi aman memiliki nilai yang tidak terlalu baik dan tidak jelek, golongan ketiga adalah orang yang merasa sedih karena sudah berusaha keras akan tetapi mendapat nilai yang jelek, yang parah adalah golongan yang keempat ini mereka adalah orang-orang yang ketika ujian banyak bermain dan tidak belajar jadi ketika mereka mengetahui nilai yang mereka dapatkan adalah nilai yang jelek mereka ikut-ikutan untuk besedih agar ada orang yang merasa iba pada mereka. Intinya adalah hari ini adalah hari dimana tantangan yang diberikan Udin berakhir. 

Aku berbegas ke kamar Udin sebelum meninggalkan asrama dan berkumpul di depan mesjid Jami’, aku mencari sosok itu untuk memberitahukan bahwa hari ini adalah akhir dari tantangan kami. Hmm, aku terdiam sejenak ketika kakak mudabbir kamar udin memberikan amplop kepadaku, “apa ini?” tanyaku dalam hati, agar tak merasa penasaran maka kubuka saja amplop itu, rupanya sepucuk surat, aku kenal sekali dengan tulisan yang tergores diatas kertas putih itu, tak mau aku mebacanya hanya karena ingin memastikan siapa yang menulisnya saja maka mataku tertuju pada bagian bawah yang tertulis nama dan tanda tangan. Ya, aku mengenalnya, itu adalah surat dari Udin, tapi kenapa dia menuliskan surat buatku?,  kemana dia pergi? Aku benar-benar dihantui dengan beribu macam pertanyaan. 

Ia pergi bukan karena ia tak lagi betah di asrama, bukan karena mau merasakan perkembangan kehidupan diluar, atau pergi tanpa alasan, ia pergi karena satu tujuan yaitu mau berbakti kepada bundanya. Bunda yang sudah terlalu tua untuk mengurus dirinya sendiri, akhirnya ia memustukan untuk kembali ke rumah asalnya tempat ia dilahirkan. 

Udin banyak menceritakan masalah-masalahnya kepadaku, mengenai masalah keluarga, masalah pertemanan bahkan samapai masalah asmaranyapun diceritakan kepadaku, ya aku hanya menjadi pendengar setia dimana kerjaanku hanya mengangguk-anggukan kepala ketika mendengar ceritanya, sampai ia merasa lelah baru ia akan sadar dan diam sejenak. 

Bapaknya telah meninggal semenjak ia berusia 8 tahun, sehingga beban keluarga harus diemban oleh ibunya, tentunya dirinya juga karena ia adalah anak pertama dari 3 orang bersaudara. Ketika aku mendengar kisah bagian ini, aku benar-benar merasa sedih, ingin rasanya menangis, tapi aku harus menahan air mataku karena aku tak mau terlihat lemah oleh temanku, cukup memberikan empati padanya saja tanpa harus mengeluarkan air mata. 

Kali ini dia benar-benar harus kembali, ya kembali ke kampung halamannya, untuk mengurus bunda tercinta. Bunda yang kini telah sakit-sakitan, ia ingin berbakti kepada orang tua satu-satunya yang masih ia miliki, tak mau rasanya kehilangan orang yang benar-benar ia sayangi. Ia ingin berbakti kepada beliau walau sebenarnya menuntut ilmu adalah salah satu tanda baktinya kepada bundanya. 

Aku tak lagi memikirkan tantangan itu, tak peduli siapa yang menang dan siapa yang kalah, tak lagi ingin mengetahui sebenarnya siapa yang mendapat peringkat pertama seangkatan.  Rasanya benar-benar sedih, ingin sekali bertemu dengannya untuk yang terakhir kalinya dan mengucapkan terimakasih telah menjadi sahabatku.

No comments:

Post a Comment

terimakasih telah membaca dan meninggalkan komentar di blog ini, mohon maaf atas ketidak nyamanan yang kamu rasakan ketika berkunjung disini,.
jangan lupa untuk berkunjung kembali ya, dan nantikan kisah-kisah seru lainnya,. (^_^)