teng teng teng..
teng teng teng..
suara lonceng yang
terbuat dari besi berbentuk setengah lingkaran itu berbunyi, suaranya yang khas
membuat ia menjadi penguasa sekolah kala itu, karat yang semakin tebal pertanda
usianya sudah semakin tua. Pak Yamin dengan seragam cokelat dan sepatu pantofel
nya yang sudah di semir dengan gagah berdiri di pintu gerbang sekolah, di
tangan kanannya memegang kayu eboni, membuat siapa saja yang melihatnya akan
ketakutan, khususnya bagi siswa SDN 10.
Hari ini adalah hari sabtu,
salah satu hari dalam kamus hidup anak itu adalah hari yang paling menyebalkan,
baginya hari sabtu adalah hari yang sial diberikan Tuhan untuk dirinya, tak ada
kata spesial untuk hari itu, yang ada adalah malapetaka yang terjadi padanya.
Biasanya hari itu sebelum pulang sekolah digunakan untuk kerja bakti bersama,
dan hari itulah kesempatan bagi anak-anak yang jail untuk mengganggu anak itu.
Ia adalah Iwan, salah
satu siswa laki-laki kelas 6 yang terpintar di kelas nya, sisanya adalah
perempuan. Ia sering mendapat juara dikelasnya, terakhir ini ia hanya dapat
meraih peringkat harapan satu. mungkin prestasinya menurun, karena itu sudah
menjadi tradisi pada anak seusia nya, anak laki-laki biasanya banyak bermain
ketimbang harus belajar dengan tekun, bermain di tengah terik matahari seperti
para petualang dunia, sore harinya biasa digunakan untuk berkumpul di lapangan,
bermain bola bersama-sama anak sebayanya. Berbeda halnya dengan anak perempuan
yang lebih cenderung memilih untuk duduk manis di dalam rumah sambil membaca
buku pelajaran. Karena Iwan adalah anak yang pintar, tak heran kalau banyak
teman perempuan di kelas nya sering mendekatinya, belajar kelompok bersama
bahkan hanya sekedar bertanya mengenai rumus matematika, siapa yang tak iri
melihatnya, seorang bocah tampan dan pintar dikelilingi para perempuan.
"Selamat pagi
anak-anak" suara bu Rahmah terdengar merdu pagi itu
"Selamat pagi bu
guru" para siswa menjawab serempak sapaan bu guru mereka
Bu Rahmah adalah guru
favorit kelas itu, bu guru yang mengajarkan tentang pendidikan agama ini
memiliki sifat keibuan, ketika pelajaran berlangsung tak ada satupun
perhatian murid terlewatkan untuk mendengarkan apa yang disampaikan ibu itu,
senyumnya yang khas selalu saja mencairkan suasana, pakaiannya yang sopan
sangat serasi dengan sikap bijaksananya ketika menyampaikan pesan atau
meleraikan dua murid yang bertengkar, ibu itu juga pernah melerai Iwan dengan
salah satu murid laki-laki yang ada di kelasnya, hanya karena Iwan tak bisa
lagi menahan emosinya karena ia terus di olok oleh teman nya itu.
"Sekarang ibu mau
bertanya kepada kalian semua, kalau nanti besar mau jadi apa?" ibu Rahmah bertanya kepada
murid-muridnya, seperti pertanyaan yang diajukan untuk siswa taman kanak-kanak,
akan tetapi kali ini pertanyaan itu diajukan untuk siswa kelas 6 SD, suaranya
lantang, raut mukanya tampak serius, pertanda ada makna dibalik pertanyaan itu,
akan tetapi selalu saja ditutup dengan senyum manis bu Eti agar ia tak terlihat
menakutkan dihadapan murid-muridnya.
"kamu Dini, mau
jadi apa" Tanya bu guru kepada Dini yang duduk di bangku paling depan.
"saya mau jadi
dokter bu" Ia menjawab sambil melemparkan senyumnya.
kalau diperhatikan Dini
memang pantas menjadi dokter, biasanya dalam permainan peran, anak-anak sebayanya
memilih untuk menjadi ibu rumah tangga yang sedang memasak kue yang terbuat
dari tanah, ada yang yang menjadi sopir, mobil nya terbuat dari ban truk yang
ukurannya besar, ia lebih memilih untuk berperan sebagai dokter cilik yang
mengobati pasien-pasiennya.
"Alasannya
Dini" Bu Rahmah kembali
bertanya kepada Dini, hanya sekedar mau mengetahui alasan kenapa anak itu mau
menjadi dokter
"Saya mau
menyembuhkan orang sakit bu, itu kan perbuatan mulia" jawaban Dini sangat
singkat dan jelas, membuat kepala ibu Rahmah mengangguk-angguk
mendengar jawaban itu.
"kalau kamu
Budi?" Budi duduk di bangku paling belakang, bu Rahmah menunjuk nya karena Ia
salah satu siswa yang selalu berbuat usil di dalam kelas, barusan Ia
melemparkan kertas ke arah Iwan, tepat mengenai kepala bagian belakang.
"kalau saya bu mau
jadi polisi, mau mengabdi untuk negara" jelas Budi dengan cengengesan.
sedari kecil Ia ingin menjadi polisi, lihat saja setiap perayaan hari kartini
tanggal 21 April, ia selalu saja memakai seragam polisi.
"selanjutnya kamu
Iwan" Hanya karena ulah Budi tadi, melempar Iwan dari belakang menggunakan
kertas, mungkin menjadikan ia sasaran pertanyaan selanjutnya oleh bu Rahmah.
"kalau saya mau
menjadi seperti ibu saya bu" Spontan siswa yang ada di dalam ruangan kelas
itu tertawa serempak, kenapa tidak, seorang anak laki-laki memiliki keinginan
menjadi ibunya.
"maksudnya
bagaimana Iwan, bisa dijelaskan kepada kami semua" Jawaban Iwan tentu
membuat bu Rahmah kebingungan
dan seisi kelas tertawa karena menganggap itu sebuah lelucon belaka.
"iya bu, saya mau
menjadi seperti ibu saya" Jawabnya semakin mantap.
"hahahhaaaa...."
teman-teman Iwan tertawa semakin keras.
"tenang anak-anak,
kita kan belum mendengarkan alasan Iwan, biarkan dia menjelaskan terlebih
dahulu" Bu Rahmah mencoba
menenangkan suasana.
"Saya hanya kagum
dengan sosok ibu saya bu, beliau selalu mengajarkan nilai-nilai agama dalam
segala kegiatan yang saya lakukan, selalu saja menyempilkan kebaikan dalam
menjalankan kehidupan, Menurut saya, beliau adalah orang yang paling sukses
dibandingkan orang lain, sukses dunia akhirat." Iwan mencoba menjelaskan
kepada seisi ruangan kelas, kemudian terdiam sesaat.
"Beliau bukan
pengusaha yang memiliki segudang harta, bukan juga wanita karir yang memiliki
jadwal yang padat, tapi hanyalah seorang ibu rumah tangga, seorang ibu yang
selalu mendidik anak-anaknya dengan baik, ibu yang selalu ada untuk
keluarganya, seorang ibu yang selalu taat kepada ayah, ibu yang selalu taat
kepada Tuhannya." Iwan terdiam, menarik nafas nya perlahan. seisi ruangan
tak lagi tertawa, semuanya diam mendengar penjelasan nya.
"Kalau saya pikir,
ibu saya memang layak mendapatkan surga yang di janjikan Tuhan untuk hamba-Nya,
saya hanya mau bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih, karena Dia telah
memberikan ibu terbaik untuk saya, untuk adik saya, tentunya untuk keluarga
kami" Iwan semakin percaya diri atas keinginannya menjadi seperti ibunya.
hari sabtu ini merupakan
sejarah bagi Iwan, ketika akhir penjelasannya ia mendapatkan tepukan meriah
dari teman-temannya dan tepukan semangat dari bu Rahmah. Bel tua itu kembali
berbunyi, pertanda pelajaran telah selesai, bu rahmah menjelaskan maksud dari
pertanyaan yang telah ia ajukan untuk murid-muridnya, sembari menyinggung
keinginan Iwan untuk menjadi seperti ibunya adalah suatu keinginan yang mulia
terutama bagi siswa perempuan yang nantinya akan menjadi seorang ibu.*
* Kisah ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan cerita, tempat,
dan nama adalah hanya faktor kebetulan belaka dan tidak ada unsur
kesengajaan.SELAMAT HARI IBU TANGGAL 22 DESEMBER 2012
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah membaca dan meninggalkan komentar di blog ini, mohon maaf atas ketidak nyamanan yang kamu rasakan ketika berkunjung disini,.
jangan lupa untuk berkunjung kembali ya, dan nantikan kisah-kisah seru lainnya,. (^_^)